Sabtu, 13 April 2013

Tentang Surety Bond


Untuk mengetahui perbedaan antara surety bond dan bank garansi, sebelumnya kita harus mengetahui dahulu apa yang dimaksud dengan surety bond dan bank garansi.
 
Sebagaimana pernah dijelaskan oleh Ricardo Simanjuntak dalam artikelnya yang berjudul Surety Bond dan Kepastian Hukum Penjaminan di Indonesia,surety bond merupakan suatu produk inovatif perusahaan asuransi sebagai upaya pengambilalihan potensi risiko kerugian yang mungkin dapat dialami oleh salah satu pihak atas kepercayaan yang diberikannya pada pihak lain dalam pelaksanaan kontrak yang telah disepakati oleh mereka.
 
Masih menurut Ricardo, jaminan tertulis tersebut akan memberikan kewajiban untuk melakukan pembayaran oleh pihak asuransi selaku penjamin (surety) terhadap pihak penerima jaminan (obligee/kreditur) sebagai konsekuensi terhadap wanprestasi dari pihak yang dijamin (principal/debitur) tersebut.
 
Mengenai dasar hukum surety bond, Ricardo menulis:
 
“Sebenarnya, Keputusan Menteri Keuangan RI no. 761/KMK.013/1992 sebagai dasar kewenangan dari perusahaan-perusahan yang ditetapkan dapat menerbitkan surety bond dalam pekerjaan-pekerjaan pemborongan ataupun perdagangan yang dibiayai oleh APBN dan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 108/KMK.01/1995 sebagai dasar wewenang penerbitan customs bond, tidak mengatur ataupun memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga penjaminan ataupun tata cara penerbitan penjaminan tersebut secara lengkap. Keputusan Menteri tersebut lebih mengingatkan dalam konsideransnya agar prinsip-prinsip penerbitan penjaminan tersebut disesuaikan dengan prinsip-prinsip usaha perasuransian berdasarkan UU No. 2 tahun 1992.”
 
Jadi, tentang surety bond sendiri sebenarnya tidak ketentuan yang mengaturnya secara rinci.
 
Sedangkan mengenai bank garansi, dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 jo. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak diatur secara rinci mengenai bank garansi. Akan tetapi, mengenai bank garansi kita dapat melihat pengaturannya dalam:
1.    Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SKBI) No. 11/110/Kep/Dir/UUPB tanggal 18 Maret 1991 tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank (“SKBI 11/1991”);
2.    Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/88/KEP/DIR Tahun 1991 Tentang Pemberian Garansi Oleh Bank; dan
3.    Surat Edaran Direksi Bank Indonesia No. 23/7/UKU Tahun 1991 Tanggal 18 Maret 1991 (Jakarta) Tentang Pemberian Garansi Oleh Bank.
 
Dalam artikel yang berjudul Bank Garansi, dikatakan bahwa berdasarkan Pasal 1 butir 1 SKBI 11/1991, perjanjian bank garansi merupakan suatu perjanjian tertulis yang isinya bank menyetujui untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan guna memenuhi kewajiban terjamin dalam suatu jangka waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu berupa pembayaran sejumlah uang tertentu apabila terjamin di kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi kepada penerima jaminan. (sebagai referensi, Anda juga bisa membaca artikel yang berjudul "bank garansi")
 
Menurut Prof. Dr. Ny. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H. dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan (hal. 106), jaminan bank (bank garansi) adalah suatu jenis penanggungan, di mana yang bertindak sebagai penanggung adalah Bank. Bank garansi terjadi jika Bank selaku penanggung diwajibkan untuk menanggung pelaksanaan pekerjaan tertentu, atau menanggung dipenuhinya pembayaran tertentu kepada kreditur.
 
Berdasarkan uraian di atas, sebenarnya perbedaan antara surety bond dan bank garansi hanya terletak pada siapa yang memberikan jaminan tersebut. Dalamsurety bond, yang memberikan jaminan adalah perusahaan asuransi, sedangkan dalam bank garansi, yang memberikan jaminan adalah bank.
 
Melihat pada pengertian surety bond di atas, pada prinsipnya surety bond sama dengan perjanjian jaminan perorangan yang terdapat dalam Pasal 1820 – Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Hal serupa juga dikatakan oleh Ricardo Simanjuntak, yang pada intinya bahwa prinsip-prinsip penjaminan dalam surety bond itu sendiri sebenarnya telah lama dikenal dalam KUH Perdata. Jaminan tertulis yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi tersebut lebih dikenal dengan lembaga penjaminan/penanggungan perorangan (borgtocht) yang diatur dari mulai Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPer.
 
Karena pada prinsipnya surety bond adalah perjanjian penanggungan, maka surety bond merupakan perjanjian accessoir. Perjanjian accessoir yaitu perjanjian yang lahir/adanya, berpindahnya dan berakhir/hapusnya bergantung pada perjanjian pokoknya. Mengenai sifat accessoir perjanjian penanggungan dapat kita lihat dalam Pasal 1821 KUHPer:
 
Tiada penanggungan bila tiada perikatan pokok yang sah menurut undang-undang. Akan tetapi orang dapat mengadakan penanggungan dalam suatu perikatan, walaupun perikatan itu dapat dibatalkan dengan sanggahan mengenai diri pribadi debitur misalnya dalam hal belum cukup umur.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
3.    Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SKBI) No. 11/110/Kep/Dir/UUPB tanggal 18 Maret 1991 tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank (“SKBI 11/1991”);
4.    Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/88/KEP/DIR Tahun 1991 Tentang Pemberian Garansi Oleh Bank; dan
5.    Surat Edaran Direksi Bank Indonesia No. 23/7/UKU Tahun 1991 Tanggal 18 Maret 1991 (Jakarta) Tentang Pemberian Garansi Oleh Bank.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar