Apa yang saudara ketahui tentang permulaan pelaksanaan dari kejahatan (pidana)?
Permulaan pelaksanaan (uitvoeringshandelingen), adalah suatu perbuatan pendahuluan yang dilakukan petindak sejalan dengan niat atau kehendaknya sehingga perbuatan pelaksanaan ini dinggap sebagai inti (wezen) dari percobaan.
Sedangkan Niat menurut Moeljatno dalam Adami Chazawi ”adalah sikap batin seseorang yang memberi arah kepada apa yang akan diperbuatnya”. Sedangkan menurut Memori Penjelasan KUHP Belanda (MvT) niat sama dengan kehendak atau maksud. Jadi Permulaan pelaksanaan dari kejahatan itu harus di dasari dengan niat karena Yang dimaksud permulaan pelaksanaan perbuatan adalah tindakan-tindakan yang mempunyai hubungan sedemikian langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk dilakukan dan telah dimulai dengan pelaksanaannya.
Jadi disini sudah jelas bahwasanya permulaan pelaksanaan itu selalu berkaitan atau di dasari dengan niat karena secara logika tidak ada permulaan perbuatan atau pelaksannaan tanpa niat sebelumnya.
Kasus
Abraham, bermaksud melakukan tindak pidana pencurian di suatu rumah di kawasan pemukiman elite di daerah Sanur, yang sedang ditinggalkan oleh pemiliknya ke Jakarta. Untuk memuluskan aksinya, Abraham mempersiapkan sebuah anak kunci palsu yang dipergunakan untuk membuka paksa pintu kamar yang diperkirakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga. Sampai di dekat lokasi sasaran pencurian, Abraham bersembunyi di semak-semak sambil menunggu waktu yang tepat untuk melakukan aksinya. Pada saat Abraham memulai aksinya dengan cara memanjat tembok pekarangan rumah yang dijadikan sasaran pencurian, iapun ditangkap oleh satuan pengamanan lingkungan setempat.
Pertanyaan
1. Apakah dalam kasus di atas, maksud Abraham untuk melakukan pencurian dapat dikatakan sebagai permulaan pelaksanaan?
2. Baca secara cermat kasus diatas, kemudian saudara bahas tentang “peristiwa” yang merupakan awal pelaksanaan, dengan dasar pemikiran yang ada dalam doktrin!
Analisis Kasus A dan B dengan permulaan pelaksanaan (melalui pertanyaan)
1) Dalam kasus di atas sudah termasuk sebagai permulaan perlaksanaan karena di lihat Dari perbuatan memanjat Tembok perkarangan rumah tempat pencurian akan dilakukan, sudah merupakan permulaan pelaksanaan dari tidak pidana Pencurian dengan inkliming (masuk secara memanjat ). Dalam kasus ini sudah terlihat adanya suatu percobaan pencurian yang dilakukaan Abraham, dimana syarat adanya suatu foging yaitu niat dimana jika sudah adanya permulaan pelaksanaan sudah pasti ada niat/keinginan untuk melakukan kejahatan kemudian permulaan pelaksanaan yaitu awal dimulainya suatu aksi yaitu diawali dengan memanjat tembok pekarangan rumah dan yang terakhir tidak selesainya pelaksanaan delik bukan semata-mata disebabkan karena kehendakannya sendiri disini Abraham tidak dapat menyelesaikan pelaksanaan tindak pidana karena kepalang sudah tertangkap basah oleh satuan pengamanan lingkuan setempat syarat – syarat diatas sudah memenuhi unsur – unsur dalam pasal 53 ayat 1 KUHP, sehingga Abraham. Dalam pemulaan pelaksnaan yang merupakan syarat dari percobaan dapat dikenai hukuman pidana.
2) Sebagaimana diketahui dalam hal percobaan kejahatan, terdapat dua ajaran yang saling berhadapan, yaitu ajaran subyektif dan ajaran objektif yang berbeda pokok pangkal dalam memandang hal permulaan pelaksanaan. Perbedaan ini disebabkan karena ukuran yang digunakan adalah berbeda. Ajaransubjektif bertitik tolak dari ukuran batin si pembuat, sedangkan ajaran objektif bertitik tolak dari sudut perbuatannya. Patutnya dipidana terhadap pencoba kejahatan menurut pandangan subjektif, adalah terletak pada niat jahat orang itu di nilai telah mengancam kepentingan umum yang dilindungi. Sebaliknya menurut ajaran objektif, patutnya dipidana pencoba kejahatan karena wujud permulaan pelaksanaan itu telah dinilai mengancam kepentingan umum yang dilindungi Undang-undang, jadi telah mengandung sifat berbahaya bagi kepentingan hukum.
Jika dikaitkan pada kasus Abraham berdasarkan ajaran subjektif ketika Abraham sudah memiliki niat jahat untuk mencuri itu sudah dikatakan sebagai awal permulaan peaksanaan kejahatan sedangkan menurut ajaran objektif ketika Abraham memanjat tembok pekarangan rumah si korban itu baru dikatakan awal permulaan kejahatan karena sudah mengganggu kepentingan umum dan menimbulkan kekhawatiran.
Berdasarkan pemikiran doktrin seperti menurut Van Bemmelen Dari pristiwa diatas merupakan awal pelaksanaan perbuatan atau kejahatan yaitu dengan aksi memanjat tembok pekarangan rumah, kenapa seperti itu karena, permulaan pelaksanaan harus menimbulkan bahaya atau kekhawatiran akan menyusulnya akibat yang dimaksudkan dalam kasus ini sudah menimbulkan bahaya dan akibat yaitu Abraham di tangkap oleh satpam lingkungan setempat mengenai formale delicten/ delik formal yaitu tindak pidana yang dirumuskan sebagai penyebutan perbuatan tertentu tanpa atau dengan menyebutkan akibat.
Permulaan pelaksanaan (uitvoeringshandelingen), adalah suatu perbuatan pendahuluan yang dilakukan petindak sejalan dengan niat atau kehendaknya sehingga perbuatan pelaksanaan ini dinggap sebagai inti (wezen) dari percobaan.
Sedangkan Niat menurut Moeljatno dalam Adami Chazawi ”adalah sikap batin seseorang yang memberi arah kepada apa yang akan diperbuatnya”. Sedangkan menurut Memori Penjelasan KUHP Belanda (MvT) niat sama dengan kehendak atau maksud. Jadi Permulaan pelaksanaan dari kejahatan itu harus di dasari dengan niat karena Yang dimaksud permulaan pelaksanaan perbuatan adalah tindakan-tindakan yang mempunyai hubungan sedemikian langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk dilakukan dan telah dimulai dengan pelaksanaannya.
Jadi disini sudah jelas bahwasanya permulaan pelaksanaan itu selalu berkaitan atau di dasari dengan niat karena secara logika tidak ada permulaan perbuatan atau pelaksannaan tanpa niat sebelumnya.
Kasus
Abraham, bermaksud melakukan tindak pidana pencurian di suatu rumah di kawasan pemukiman elite di daerah Sanur, yang sedang ditinggalkan oleh pemiliknya ke Jakarta. Untuk memuluskan aksinya, Abraham mempersiapkan sebuah anak kunci palsu yang dipergunakan untuk membuka paksa pintu kamar yang diperkirakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga. Sampai di dekat lokasi sasaran pencurian, Abraham bersembunyi di semak-semak sambil menunggu waktu yang tepat untuk melakukan aksinya. Pada saat Abraham memulai aksinya dengan cara memanjat tembok pekarangan rumah yang dijadikan sasaran pencurian, iapun ditangkap oleh satuan pengamanan lingkungan setempat.
Pertanyaan
1. Apakah dalam kasus di atas, maksud Abraham untuk melakukan pencurian dapat dikatakan sebagai permulaan pelaksanaan?
2. Baca secara cermat kasus diatas, kemudian saudara bahas tentang “peristiwa” yang merupakan awal pelaksanaan, dengan dasar pemikiran yang ada dalam doktrin!
Analisis Kasus A dan B dengan permulaan pelaksanaan (melalui pertanyaan)
1) Dalam kasus di atas sudah termasuk sebagai permulaan perlaksanaan karena di lihat Dari perbuatan memanjat Tembok perkarangan rumah tempat pencurian akan dilakukan, sudah merupakan permulaan pelaksanaan dari tidak pidana Pencurian dengan inkliming (masuk secara memanjat ). Dalam kasus ini sudah terlihat adanya suatu percobaan pencurian yang dilakukaan Abraham, dimana syarat adanya suatu foging yaitu niat dimana jika sudah adanya permulaan pelaksanaan sudah pasti ada niat/keinginan untuk melakukan kejahatan kemudian permulaan pelaksanaan yaitu awal dimulainya suatu aksi yaitu diawali dengan memanjat tembok pekarangan rumah dan yang terakhir tidak selesainya pelaksanaan delik bukan semata-mata disebabkan karena kehendakannya sendiri disini Abraham tidak dapat menyelesaikan pelaksanaan tindak pidana karena kepalang sudah tertangkap basah oleh satuan pengamanan lingkuan setempat syarat – syarat diatas sudah memenuhi unsur – unsur dalam pasal 53 ayat 1 KUHP, sehingga Abraham. Dalam pemulaan pelaksnaan yang merupakan syarat dari percobaan dapat dikenai hukuman pidana.
2) Sebagaimana diketahui dalam hal percobaan kejahatan, terdapat dua ajaran yang saling berhadapan, yaitu ajaran subyektif dan ajaran objektif yang berbeda pokok pangkal dalam memandang hal permulaan pelaksanaan. Perbedaan ini disebabkan karena ukuran yang digunakan adalah berbeda. Ajaransubjektif bertitik tolak dari ukuran batin si pembuat, sedangkan ajaran objektif bertitik tolak dari sudut perbuatannya. Patutnya dipidana terhadap pencoba kejahatan menurut pandangan subjektif, adalah terletak pada niat jahat orang itu di nilai telah mengancam kepentingan umum yang dilindungi. Sebaliknya menurut ajaran objektif, patutnya dipidana pencoba kejahatan karena wujud permulaan pelaksanaan itu telah dinilai mengancam kepentingan umum yang dilindungi Undang-undang, jadi telah mengandung sifat berbahaya bagi kepentingan hukum.
Jika dikaitkan pada kasus Abraham berdasarkan ajaran subjektif ketika Abraham sudah memiliki niat jahat untuk mencuri itu sudah dikatakan sebagai awal permulaan peaksanaan kejahatan sedangkan menurut ajaran objektif ketika Abraham memanjat tembok pekarangan rumah si korban itu baru dikatakan awal permulaan kejahatan karena sudah mengganggu kepentingan umum dan menimbulkan kekhawatiran.
Berdasarkan pemikiran doktrin seperti menurut Van Bemmelen Dari pristiwa diatas merupakan awal pelaksanaan perbuatan atau kejahatan yaitu dengan aksi memanjat tembok pekarangan rumah, kenapa seperti itu karena, permulaan pelaksanaan harus menimbulkan bahaya atau kekhawatiran akan menyusulnya akibat yang dimaksudkan dalam kasus ini sudah menimbulkan bahaya dan akibat yaitu Abraham di tangkap oleh satpam lingkungan setempat mengenai formale delicten/ delik formal yaitu tindak pidana yang dirumuskan sebagai penyebutan perbuatan tertentu tanpa atau dengan menyebutkan akibat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar