Selasa, 09 April 2013

Menteri Ramai-ramai Jadi Caleg, Terbanyak dari Demokrat


Pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) sudah dibuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) per tanggal 9 April 2013, dan akan berakhir 22 April 2013. Setidaknya ada tujuh menteri kabinet yang bakal mendaftar menjadi caleg, lima dari Partai Demokrat dan dua dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Menteri-menteri asal Partai Demokrat yang maju menjadi caleg itu adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Jero Wacik, Menteri Perhubungan Evert Erenst Mangindaan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Syariefuddin Hasan, dan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo.

Sementara dua menteri asal PKS yang maju caleg adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, dan Menteri Pertanian Suswono. Tifatul akan maju dari daerah pemilihan Sumatera Utara, dan Suswono dari daerah pemilihan Jawa Tengah.
“Tidak ada aturan normatif yang melarang menteri mencalonkan diri,” kata Sekretaris Jenderal PKS, Muhammad Taufik Ridho, di kantor Fraksi PKS, gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 9 April 2013.

Alasan PKS mencalonkan Tifatul dan Suswono adalah karena diminta konstituen. “Basis massa mereka minta keduanya dicalonkan. Urusan mereka bakal mundur atau tidak dari jabatan menteri, itu nanti tergantung Presiden, karena menteri memang milik Presiden RI,” ujar Ridho.

Ridho mengatakan, partainya tidak memajukan kedua menteri asal PKS tersebut untuk mendulang suara (vote getter). PKS hanya ingin memunculkan kader-kadernya yang dikenal sebagai tokoh nasional. “Jadi tidak betul juga jika mereka disebut vote getter,” kata dia.

Sekjen PKS itu menjamin, Tifatul dan Suswono tidak akan menggunakan fasilitas negara dalam turun berkampanye ke daerah. PKS juga akan menyesuaikan jadwal dan cara berkampanye kedua menteri itu dengan etika dan aturan yang ada. “Tapi kalau sekarang kan belum ada standar normatif untuk mengukur etikanya bagaimana,” kata Ridho.

Sementara itu, Partai Demokrat mengatakan mewajibkan lima kadernya yang duduk di kabinet untuk menjadi caleg, untuk mendulang suara pemilih. “Semua menteri Demokrat harus mendaftar jadi caleg,” kata Ketua Satuan Tugas Penjaringan Bakal Calon Anggota Legislatif DPR Partai Demokrat 2014-2019, Suaidi Marasabessy, Senin 8 April 2013.

Sama seperti PKS, Demokrat mengatakan tak ada aturan KPU yang melarang menteri menjadi caleg. Hal ini dibenarkan oleh Ketua KPU, Husni Kamil Manik. “Menteri boleh jadi caleg, sama seperti orang dari latar belakang pekerjaan lainnya. Persyaratan yang harus dipenuhi pun sama. Perbedaannya hanya pada saat kampanye, menteri harus cuti dari tugas-tugasnya di kabinet,” kata Husni.
Berbeda dengan rekan-rekan kabinetnya yang berasal dari Partai Demokrat dan PKS, menteri-menteri asal Partai Golkar justru tidak akan maju menjadi caleg pada Pemilu Legislatif 2014. “Tidak ada yang maju jadi caleg. Mereka akan berkonsentrasi menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai menteri,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Tantowi Yahya.

Saat ini Golkar punya tiga menteri di kabinet, yaitu Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutarjo, dan Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat.
Tugas Menteri Berat
Fenomena menteri yang beramai-ramai menjadi caleg ini dikritik oleh Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Menurut dia, seharusnya caleg tidak boleh rangkap jabatan dengan posisi di pemerintahan dan menteri tidak boleh memanfaatkan jabatannya untuk mendulang suara.

“Apalagi ini jabatan menteri yang cukup terhormat. SBY seharusnya mengatur ini secara khusus. Menteri seharusnya menyelesaikan tanggung jawabnya, bukan kemudian berlomba-lomba menjadi anggota lembaga legislatif karena ada kesempatan,” kata Pramono.

Mantan Sekjen PDIP itu berpendapat, tanggung jawab menteri sangat berat sehingga ia tak yakin menteri punya waktu cukup untuk mempersiapkan diri dalam berkampanye sebagai caleg sekaligus menjalankan tugas-tugas kementerian. Dia khawatir fasilitas kementerian tanpa sengaja atau sengaja akan terpakai untuk kampanye pileg para menteri itu.

“Tidak adil jika menteri menggunakan infrastruktur kementerian untuk memenangkan dirinya di Pemilu Legislatif. Tidak adil juga ketika menteri menggunakan program-program yang dia miliki di kementerian untuk memenangkan diri. Keadilan dalam demokrasi bisa tidak terwujud,” ujarnya.

Oleh sebab itu, Pramono meminta KPU untuk membuat aturan mengenai menteri yang menjadi caleg. “Sebenarnya tidak hanya KPU yang harus mengatur soal ini, tapi siapapun pihak yang bertanggung jawab yang seharusnya punya rasa malu,” kata dia.
   
Kutu loncat

Tak hanya menteri jadi caleg yang dikritik Pramono, tapi juga sejumlah anggota DPR yang beramai-ramai mengundurkan diri dari DPR karena pindah partai. Semua ini, menurut Pram, menunjukkan contoh demokrasi yang tidak baik. “Harusnya dalam demokrasi, ketika dia disumpah jabatan, dia harus menyelesaikan jabatannya,” ujar Pram.

Pram sangat geram dengan fenomena kutu loncat alias politisi pindah partai yang merebak saat ini. “Ini jelek buat kehidupan berdemokrasi. Zaman dulu tidak ada yang pindah-pindah partai seperti ini. Karena orang memilih partai berdasarkan ideologi, bukan berdasarkan kedudukan yang ditawarkan,” kata dia.

Anggota DPR yang mundur karena pindah partai terakhir adalah Sudewo, anggota Fraksi Partai Demokrat yang kini hendak menyeberang ke Partai Gerindra.
Sudewo telah mendaftar jadi caleg Partai Gerindra. “Dia sudah menyerahkan formulir pendaftaran caleg, tapi belum kami putuskan lolos atau tidak,” kata anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat.

Martin mengatakan, Gerindra tidak langsung menyetujui Sudewo menjadi caleg karena harus lebih dulu mendalami rekam jejaknya, sama seperti proses yang diterapkan Gerindra kepada bakal caleg lain. “Jangan sampai (meloloskan Sudewo) nanti malah memindahkan masalah dari Demokrat ke Gerindra,” kata dia.

Selain Sudewo, anggota DPR lain yang mengundurkan diri karena pindah partai adalah Maiyasyak Johan. Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengumumkan pengunduran dirinya di tenagh-tengah rapat komisi yang dihadiri Menkominfo Tifatul Sembiring. “Saya mohon maaf karena ini tidak pada tempatnya. Tapi saya secara resmi mengundurkan diri sebagai anggota PPP dan anggota DPR. Saya perlu mencari tantangan baru,” kata Maiyasyak, Januari 2013.

Februari 2013, Maiyasyak lantas pindah ke Partai Nasdem pimpinan Surya Paloh. Namun, belum dua pekan di Nasdem, politisi dari dapil Sumatera Utara itu lantas loncat lagi ke Partai Golkar. “Kemarin saya hanya penjajakan dengan Nasdem,” ujar Maiyasyak. Di Golkar ini, Maiyasyak nantinya akan menjadi caleg dari dapil Sumut, sama seperti saat ia masih di PPP.

Padahal sebelum loncat ke Golkar, Maiyasyak mengatakan “Di Nasdem saya melihat ada sebuah idealisme baru yang lebih konkret.”
Politisi Partai Hanura, Akbar Faizal, yang kini juga telah mundur dari DPR juga pindah partai, bergabung dengan Partai Nasdem. Alasan, Akbar Faizal pindah partai karena ia merasa jenuh dan ingin melakukan sesuatu hal yang lebih besar.
   
“Saya harus mengambil sikap politik untuk sesuatu yang lebih besar, yaitu menegakkan konstitusi. Maka saya mengambil sikap untuk meninggalkan comfort zone sebelum saya dikuasai oleh hal-hal yang ada di sini atau penyakit-penyakit post power syndrome,” kata Akbar Faizal tanpa menjelaskan rinci apa tujuan lebih besar yang ia maksud.

Sebelum di Hanura, Akbar Faizal sesungguhnya memulai karir politik di Partai Demokrat. Namun pada Pemilu 2009 ia loncat menjadi caleg Partai Hanura dan terpilih menjadi anggota DPR dari dapil Sulawesi Selatan. Dengan demikian pada tiap pemilu, Akbar Faizal maju caleg dari partai yang berbeda. Pada Pemilu 2014, ia memilih berada di perahu Nasdem.

Akbar Faizal mengatakan, ia punya alasan kuat untuk setiap kepindahannya ke partai lain. “Waktu di Demokrat, tidak ada masa depan bagi karir politik saya. Di Hanura, Pak Wiranto mendidik saya. Sekarang saya siap menerima risiko politik dianggap kutu loncat. Yang jelas sikap kritis saya tidak akan berubah,” kata dia.
        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar