Senin, 15 April 2013

Lotulung dan Kisah Dewan Perancis Bengong Mendengar Hukum Indonesia



Paulus Effendi Lotululung (ari/detikcom)
Jakarta - Paulus Effendi Lotululong resmi menggantung toga hakim agungnya awal April ini karena memasuki usia 70 tahun. Sebagai hakim agung bidang administrasi negara, Paulus resah masih banyak putusan pengadilan tak dilaksanakan pejabat negara.

"Tersirat dalam kumpulan tulisan Paulus E Lotulung itu mendambakan lahirnyaius constituendum (hukum yang dicita-citakan) yang dapat mengangkat kualitas budaya hukum para penyandang jabatan tata usaha negara," kata hakim agung Supandi dalam kata sambutan perpisahan purnatugas hakim agung Paulus E Lotulung seperti didapat detikcom, Senin (8/4/2013).

Salah satu pengalaman yang diingat yaitu pertemuan Mahkamah Agung (MA) dengan lembaga hukum Perancis, hakim agung berdiskusi banyak hal. Dalam pertanyaan tersebut, MA berdialog dengan Chief Conseil d'Etat Perancis pada 2004 di Paris.

"Yang Mulia, bagaimanakah konsekuensinya di Perancis jika pejabat tidak mau melaksanakan putusan peradilan administrasi yang berkekuatan hukum tetap?" tanyanya waktu itu.

Mendapat pertanyaan ini, yang ditanya bengong. Sebab tidak dapat memahami maksud pertanyaan itu dan pihak Perancis meminta pertanyaan itu diulang lagi. Setelah itu, mereka malah balik bertanya,"Apakah hal itu mungkin terjadi?"

Untuk itu, tumpuan harapan pada kesempurnaan RUU Hukum Administrasi Pemerintahan yang akan dibahas oleh DPR bersama Pemerintah. Diharapkan RUU ini menjadi hukum materiil peradilan tata usaha negara kita.

"Dari penelitian beberapa disertasi dan penelitian ilmiah lainnya, disimpulkan bahwa hanya sekitar 30 persen putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang berkekuatan hukum tetap dipatuhi oleh pejabat tata usaha negara," bebernya.

Paulus menghabiskan pendidikan Oranye School Surabaya (SD swasta Belanda) pada 1955. Pendidikan S1 diselesaikan di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya pada 1971 dan pendidikan S2 dan S3 diselesaikan di Universitas Paris I Sorbonne, Perancis, pada 1982.

Paulus menguasai 3 bahasa asing yaitu Inggris, Perancis dan Belanda serta bahasa Jerman secara pasif.

Lotulung meniti karier sebagai hakim sejak 1963. Kariernya tidak terbendung usai menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi TUN Jakarta pada 1997 dan akhirnya masuk ke MA pada 1998. Dia menjabat Ketua Muda Bidang Peradilan Tata Usaha Negara selama 12 tahun.

Di tangan Lotulung, hukum administrasi terus berkembang, baik lewat dunia akademik maupun lewat dunia peradilan. Salah satu gebrakan yang menyedot perhatian publik yaitu pada Juni 2010, ketika Lotulung menyatakan reklamasi di Pantai Jakarta ilegal/melanggar hukum. Meski akhirnya putusan Lotulung mental di tingkat Peninjauan Kembali (PK).

Putusan terakhir yaitu saat Paulus menjadi ketua majelis hakim kasus Bupati Garut Aceng Fikri. Paulus mengabulkan permohonan DPRD Garut dan menilai Aceng telah melakukan pelanggaran sumpah jabatan dan UU Perkawinan.

"Teka-teki atas tidak dilaksanakannya putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap telah terjawab yaitu kualitas budaya hukum penyandang jabatan tata usaha negara yang masih rendah," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar