TUGAS MATA KULIAH
HUKUM AGRARIA LANJUTAN
“Hak Milik atas Tanah “
Pengaturan Hak Milik atas Tanah dan Pendaftaran Tanah
(Untuk memenuhi Tugas Terstruktur II Mata Kuliah Hukum Agraria
Lanjutan )
Disusun Oleh :
Enni Martalena
Pasaribu
Universitas Medan Area
Fakultas Hukum
Malang
2008
Hukum Agraria
“Hak Milik atas Tanah “
Pengaturan Hak Milik atas Tanah dan Pendaftaran Tanah
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat
Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga makalah Hukum
Agraria mengenai“Hak
Milik atas Tanah “Pengaturan Hak Milik atas Tanah dan
Pendaftaran Tanah bisa penulis selesaikan untuk memenuhi
Nilai Tugas Struktur II di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.
Dalam kesempatan ini Penulis ingin sekali
mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Hukum Agraria
atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama satu semester ini.
Atas saran dan kritik demi kebaikan makalah yang telah dibuat ini Penulis
mengucapkan terima kasih.
BAB I
Pendahuluan
I. Latar Belakang
Sudah
48 tahun usia Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960. Namun selama
kurun waktu itu pula persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah
reda. Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti
yang amat penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja
sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada
akhirnya tempat manusia berkubur.
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya
Undang-Undang Pokok Agraria berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di
Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat
dan yang lain bersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan
berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka
terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus
dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA
diselesaikan dengan melalui lembaga konversi.
Konversi adalah
pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk
sistem dalam dari UUPA (A.P. Parlindungan, 1990 : 1).
Secara akademis dapat dikemukakan bahwa
penyebab terjadinya konflik di bidang pertanahan antara lain adalah
keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan dalam struktur penguasaan tanah,
ketiadaan persepsi yang sama antara sesama pengelola negara mengenai makna
penguasaan tanah oleh negara, inkonsistensi, dan ketidaksinkronisasian. Ini
baik secara vertikal maupun secara horizontal peraturan perundang-undangan yang
ada kaitannya dengan tanah, praktek-praktek manipulasi dalam perolehan tanah
pada masa lalu dan di era reformasi muncul kembali gugatan, dualisme kewenangan
(pusat-daerah) tentang urusan pertanahan serta ketidakjelasan mengenai
kedudukan hak ulayat dan masyarakat hukum adat dalam sistem perundang-undangan
agraria.
Di satu pihak masyarakat masih tetap
menggunakan hukum adat sebagai sandaran peraturan pertanahan dan diakui oleh
komunitasnya, akan tetapi di lain pihak, hukum agraria nasional belum sepenuhnya
mengakui validitas hukum adat tersebut.
II. Rumusan Masalah
Bertolak dari kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian
latar belakang, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan
hak milik atas tanah dan pendaftaran tanah ?
BAB II
Pembahasan
1. Pengaturan
Hak Milik Atas Tanah
Adapun hak-hak atas
tanah tersebut menurut Pasal 16 ayat (1) UUPA terdiri dari
:
a. Hak Milik.
b. Hak Guna Usaha.
c. Hak Guna Bangunan.
d. Hak Pakai.
e. Hak Sewa.
f. Hak Membuka Tanah.
g. Hak Memungut Hasil
Hutan.
h. Hak-hak lain yang
tidak termasuk dalam hak-hak yang tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya
sementara.
Hak atas tanah meliputi semua hak yang
diperoleh langsung dari negara disebut hak primer dan semua hak yang berasal
dari pemegang hak atas tanah lainberdasarkan pada perjanjian bersama, disebut hak
sekunder. Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, di mana
pemegangnya berhak untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya
sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari orang lain mdalui perjanjian dimana
satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain.
Hak atas tanah yang diperoleh dari negara
terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak
Pengelolaan. Tiap-tiap hak mempunyai karakteristik tersendiri dnn
semua harus didaftarkan menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut
Pasal 20 UUPA hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain.
Salah satu kekhususan
dari Hak Milik ini tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan untuk waktu yang
tidak terbatas lamanya yaitu selama hak milik ini masih diakui dalam rangka
beriakunya UUPA, kecuali akan ketentuan Pasal 27 UUPA. Pasal 27 UUPA
menjelaskan bahwa Hak Milik itu hapus apabila :
§ Tanahnya jatuh kepada
negara :
1.
Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
2.
Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3.
Karena diterlantarkan
4.
Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)
§ Tanahnya musnah.
Pada asasnya badan
hukum tidak mungkin mempunyai tanah dengan hak milik kecuali ditentukan secara
khusus oleh Undang-undang atau peraturan lainnya, seperti yang telah ditentukan
oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1973 yaitu:
a.
Bank-bank yang didirikan oleh negara.
b.
Perkumpulan-perkumpulan Koperasi
pertanian yang didirikan berdasarkan
undang-undang Nomor 79 Tahun 1958.
c.
Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah
mendengar menteri agama.
d.
Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah
mendengar menteri sosial.
Penjelasan
umum UUPA menerangkan bahwa dilarangnya badan hukum mempunyai hak milik, karena
memangnya badan hukum tidak periu mempimyai hak milik tetapi cukup bagi
keperluan-keperluan yang khusus yaitu hak-hak lain selain hak milik.
2. Pendaftaran
Tanah
Pengertian dan Landasan Hukum
Pendaftaran Tanah
a. Pengertian Pendaftaran
Tanah
Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan
administrasi yang dilakukan pemilik terhadap hak atas tanah, baik dalam
pemindahan hak ataupun pemberian dan pengakuan hak baru, kegiatan pendaftaran
tersebut memberikan suatu kejelasan
status terhadap tanah. Dalam Pasal 1 PP
No. 24 tahun 1997 disebutkan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik
atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui
pendaftaran tanah secara sistematis dan sporadis yaitu kegiatan pendaftaran
tanah yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua bidang tanah di suatu
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, baik tanah dipunyai dengan
suatu hak atas tanah maupun tanah negara. Yang dimaksud dengan suatu hak adalah
hak atas tanah menurut hukum adat dan hak atas tanah menurut UUPA.
b. Landasan Hukum
Pendaftaran Tanah
Dengan keluarnya Undang-Undang Pokok
Agraria, maka dualisme hak-hak atas tanah dihapuskan, dalam memori penjelasan
dari UUPA dinyatakan bahwa untuk pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud Pasal
19 UUPA, yang ditujukan kepada pemerintah agar melaksanakan pendaftaran tanah
di seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang
bersifat Recht Kadaster, untuk menuju kearah pemberian kepastian hak atas tanah
telah diatur di dalam Pasal 19 UUPA yang menyebutkan :
(1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2). Pendaftaran tersebut dalam ayat 1
pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan
tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan
hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak
yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
(3). Pendaftaran tanah diselenggarakan
dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial
ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri
Agraria.
(4). Dalam Peraturan Pemerintah diatas
biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 1 diatas,
dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran
biaya-biaya tersebut.
Kalau di atas ditujukan kepada pemerintah,
sebaliknya pendaftaran yang dimaksud Pasal 23, Pasal 32 dan Pasal 38 UUPA
ditujukan kepada para pemegang hak, agar menjadikan kepastian hukum bagi mereka
dalam arti untuk kepentingan hukum bagi mereka sendiri, di dalam Pasal tersebut
dijelaskan :
Pasal 23 UUPA :
Ayat 1 : Hak milik, demikian pula setiap
peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 2
merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya
peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal 32 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat
pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut,
harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 1
merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna
usaha, kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 38 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk
syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya dak
tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termaksud dalam ayat
1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta
sahnya peralihan tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya
berakhirnya.
Dari ketentuan pasal-pasal di atas
dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh pemegang hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan adalah merupakan alat pembuktian yang kuat
serta untuk sahnya setiap peralihan, pembebanan dan hapusnya hak-hak tersebut.
Tujuan Pendaftaran
Tanah
Usaha yang menuju kearah kepastian hukum
atas tanah tercantum dalam ketentuan-ketentuan dari pasal-pasal yang mengatur
tentang pendaftaran tanah, dalam pasal 19 UUPA disebutkan untuk menjamin
kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk
mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia yang bersifat
‘Rech Kadaster” artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum, dengan di
selenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan
mudah dapat mengetahui status hukum daripada tanah tertentu yang dihadapinya,
letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang empunya dan beban-beban apa yang
melekat di atas tanah tersebut.
Menurut para ahli disebutkan tujuan
pendaftaran ialah untuk kepastian hak seseorang, disamping untuk pengelakkan
suatu sengketa perbatasan dan juga untuk penetapan suatu perpajakan. (A.P.
Parlindungan; 1990 : 6).
a. Kepastian hak seseorang
Maksudnya dengan suatu pendaftaran, maka
hak seseorang itu menjadi jelas misalnya apakah hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan atau hak- hak lainnya.
b. Pengelakkan suatu sengketa perbatasan
Apabila sebidang tanah yang dipunyai oleh
seseorang sudah didaftar, maka dapat dihindari terjadinya sengketa tentang
perbatasannya, karena dengan didaftarnya tanah tersebut, maka telah diketaui
berapa luasnya serta batas – batasnya.
c. Penetapan suatu perpajakan
Dengan diketahuinya berapa luas sebidang
tanah, maka berdasarkan hal tersebut dapat ditetapkan besar pajak yang harus
dibayar oleh seseorang. Dalam lingkup yang lebih luas dapat dikatakan
pendaftaran itu selain memberi informasi mengenai suatu bidang tanah, baik
penggunaannya, pemanfaatannya, maupun informasi mengenai untuk apa tanah itu
sebaiknya dipergunakan, demikian pula informasi mengenai kemampuan apa yang
terkandung di dalamnya dan demikian pula informasi mengenai bangunannya
sendiri, harga bangunan dan tanahnya, dan pajak yang ditetapkan.
Untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti
tersebut di atas, maka untuk itu UUPA melalui pasal-pasal pendaftaran tanah
menyatakan bahwa pendaftaran itu diwajibkan bagi pemegang hak yang bersangkutan
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 dijelaskan bahwa tujuan dari pendaftaran tanah tersebut
adalah sebagai berikut::
a. Untuk memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu
bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan
informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mcngadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah
terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya
tertib administrasi pertanahan.
Di dalam kenyataannya
tingkatan-tingkatan dari . pendaftaran tanah tersebut terdiri
dari:
a. Pengukuran Desa demi
Desa sebagai suatu himpunan yang terkecil.
b. Dari peta Desa demi
Desa itu akan memperlihatkan bermacam-macam hak atas tanah baik Hak Milik, Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan maupun tanah-tanah
yang masih dikuasai oleh negara.
c. Dari peta-peta
tersebut akan dapat juga diketahui nomor pendaftaran, nomor buku tanah, nomor
surat ukur, nomor pajak, tanda batas dan juga bangunan yang ada di dalamnya.
BAB V
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Hak
Milik adalah hak terkuat dan terpenuh, tetapi di
atas itu ada hak pemerintah untuk mempergunakan tanah demi kepentingan umum dan
pemilik hak milik di berikann ganti rugi.
Pendaftaran hak atas tanah adat menurut
ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebelum didaftarkan harus dikonversi
terlebih dahulu. Terhadap hak atas tanah adat yang memiliki bukti-bukti
tertulis atau tidak tertulis dimana pelaksanaan konversi dilakukan oleh Panitia
Pendaftaran ajudikasi yang bertindak atas nama Kepala Kantor Pertanahan
Nasional, prosesnya dilakukan dengan penegasan hak sedangkan terhadap hak atas
tanah adat yang tidak mempunyai bukti dilakukandengan proses pengakuan hak.
2. Saran
Seyogyanya
strategi pembangunan hukum agraria nasional dapat menampung aspirasi masyarakat
hukum adat. Antara lain :
1. Agar pemasyarakat
UUPA terus dilakukan sehingga masyarakat mengetahui secara baik tentang
peraturan pertanahan. Bahkan UUPA yang sekarang sepertinya sudah sangat
ketinggalan zaman juga perlu diadakan penyesuaian.
2. Perlu penyuluhan
hukum yang sifatnya terpadu yang dilakukan pihak Badan Pertanahan Nasional
secara mandiri sehingga masyarakat akan mengerti pentingnya sertifikat Tanah
Hak Milik, sehingga perlu dilakukan pendaftaran Tanah.
3. Dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 hendaknya
pendaftaran tanah diIndonesia bukan diutamakan di daerah perkotaan tetapi
pendaftaran hendaknya dilakukan di desa terutama desa tingkat ekonomi lemah,
apalagi masyarakat di pedesaan kurang begitu mengerti bagaimana pendaftaran
tanah dan pentingnya pendaftaran tanah.
DAFTAR PUSTAKA
A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju,
Bandung, 1990.
A.P. Parlindungan, Komentar
Atas Undang-undang Pokok Agraria, Op.cit
____________, 1990, Berakhirnya
Hak-hak atas Tanah Menurut Sistem UUPA,
Penerbit Mandar Maju,
Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar