Sabtu, 13 April 2013

Arti Istilah Roya


Istilah roya memang dikenal dalam ketentuan perundang-undangan mengenai tanah. Istilah roya dapat ditemukan dalam penjelasan umum UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”):
Pada buku tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan dibubuhkan catatan mengenai hapusnya hak tersebut, sedang sertifikatnya ditiadakan. Pencatatan serupa, yang disebut pencoretan atau lebih dikenal sebagai "roya", dilakukan juga pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan. Sertifikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan tersebut, diserahkan kembali kepada pemegang haknya
 
Berdasarkan penjelasan umum UU Hak Tanggungan tersebut, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan istilah roya adalah pencoretan pada buku tanah Hak Tanggungan karena hak tanggungan telah hapus.
 
Pengaturan tata cara pencoretan hak tanggungan terdapat dalam Pasal 22 UU Hak Tanggungan yang berbunyi sebagai berikut:
 
(1) Setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya.
(2) Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersamasama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.
(3) Apabila sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah Hak Tanggungan.
(4) Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau karena kreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang bersangkutan didaftar.
(6) Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
(7) Permohonan pencoretan catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
(8) Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (7).
(9) Apabila pelunasan utang dilakukan dengan cara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), hapusnya Hak Tanggungan pada bagian obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan dicatat pada buku tanah dan sertifikat Hak Tanggungan serta pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya.
 
Adapun hapusnya Hak Tanggungan sebagaimana diatur berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan antara lain karena:
a.    hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
b.    dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
c.    pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
d.    hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan
 
Mengenai pencoretan Hak Tanggungan (roya) ini, Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja dalam bukunya yang berjudul Hak Tanggungan (hal. 272-273), berpendapat:
 
Pencoretan pendaftaran Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan atau tanpa pengembalian Sertifikat Hak Tanggungan yang telah dikeluarkan. Dalam hal Sertifikat Hak Tanggungan tidak dikembalikan, maka hal tersebut harus dicatat dalam Buku Tanah Hak Tanggungan.
 
Pada dasarnya pencoretan dapat dilakukan oleh debitor sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) UU Hak Tanggungan.
 
Dengan demikian jelaslah bahwa pencoretan Hak Tanggungan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemberi Hak Tanggungan (debitor) setelah Hak Tanggungan yang diberikan olehnya hapus, menurut ketentuan Pasal 18 UU Hak Tanggungan.
 
Untuk keperluan pencoretan Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan diperbolehkan untuk mempergunakan semua sarana hukum yang diperbolehkan (termasuk permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan Negeri), dan karenanya juga mempergunakan semua alat bukti yang diperkenankan yang membuktikan telah hapusnya Hak Tanggungan tersebut.
 
Selain itu, pelaksanaan roya ini dapat dilakukan untuk sebagian utang yang dijaminkan yang disebut dengan roya partial. Mengutip artikel APHT (Akte Pemberian hak Tanggungan),dasar adanyaroya partial diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Hak Tanggungan. Praktik pelaksanaan roya partial mengacu antara lain pada Surat Edaran Badan Pertanahan Nasional Nomor 600-1610 Tahun 1995 tentang Pelaksana Roya Partial (Sebagian), tertanggal 16 Juni 1995 (“Surat Edaran”). Di dalam Surat Edaran tersebut antara lain sebagai berikut:
2.      Roya partial merupakan kelembagaan hukum baru, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang memungkinkan penyelesaian secara praktis terhadap bagian benda jaminan apabila telah dilunasi sebagian, sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan lainnya. Dengan demikian, sungguhpun roya partial diatur dalam UURS (UU Rumah Susun, ed), tetapi dapat diterapkan pula untuk menyelesaikan masalah roya partial di luar rumah susun.
3.       Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka hak atas tanah yang dipergunakan sebagai jaminan kredit dibebani Hipotik/CV, apabila telah dilunasi sebagian, dapat dilakukan roya partial, sepanjang yang dibebani Hipotik/CV terdiri dari beberapa bidang tanah. Apabila yang dibebani Hipotik/CV hanya satu bidang tanah saja, tidak dapat dilakukan roya partial. “
 
Jadi, yang dimaksud dengan istilah roya adalah pencoretan hak tanggungan pada Buku Tanah Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan karena Hak Tanggungan telah hapus dengan cara sebagaimana diatur Pasal 18 UU Hak Tanggungan.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
2.    Surat Edaran Badan Pertanahan Nasional Nomor 600-1610 Tahun 1995 tentang Pelaksana Roya Partial (Sebagian)
 
Referensi:
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Cet. 3, Jakarta: Penerbit Kencana, 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar