Sabtu, 13 April 2013

Arti Istilah Konvensi, Rekonvensi, Eksepsi, dan Provisi


Sebenarnya istilah konvensi, rekonvensi, eksepsi, dan provisi tidak hanya ditemui dalam putusan arbitrase saja, tetapi juga dalam putusan perkara perdata di pengadilan. Arbitrase pada dasarnya merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa perdata tetapi tidak melalui jalur pengadilan pada umumnya. Hal ini sesuai dengan pengertian arbitrase yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa(“UU 30/1999”) sebagai berikut:
“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”
 
Oleh karena itu, istilah konvensi, rekonvensi, eksepsi, dan provisi yang dikenal dalam arbitrase juga sama dengan yang dikenal dalam proses penyelesaian perkara perdata di pengadilan. Selanjutnya, kami akan membahas pengertian istilah-istilah tersebut satu per satu.
 
a.    Rekonvensi
 
Menurut M. Yahya Harahap dalam buku Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 468) istilah (gugatan) rekonvensi diatur dalam Pasal 132a HIR yang maknanya rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya. Dalampenjelasan Pasal 132a HIR disebutkan, oleh karena bagi tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan melawan, artinya. untuk menggugat kembali penggugat, maka tergugat itu tidak perlu mengajukan tuntutan baru, akan tetapi cukup dengan memajukan gugatan pembalasan itu bersama-sama dengan jawabannya terhadap gugatan lawannya
 
 
b.    Konvensi
 
Istilah konvensi sebenarnya merupakan istilah untuk menyebut gugatan awal atau gugatan asli. Istilah ini memang jarang digunakan dibanding istilah gugatan karena istilah konvensi baru akan dipakai apabila ada rekonvensi (gugatan balik tergugat kepada penggugat). Di dalam penjelasan Yahya Harahap (hal. 470), Anda dapat menemukan bahwa ketika penggugat asal (A) digugat balik oleh tergugat (B) maka gugatan A disebut gugatan konvensi dan gugatan balik B disebut gugatan rekonvensi.
 
 
c.    Eksepsi
 
Menurut Yahya Harahap (hal. 418), eksepsi secara umum berarti pengecualian, akan tetapi dalam konteks hukum acara, bermakna tangkisan atau bantahan yang ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan yang mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar proses pemeriksaan dapat berakhir tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara. Eksepsi diatur dalam Pasal 136Reglement Indonesia yang Diperbaharui (“HIR”).
 
 
d.    Provisi
 
Saudara tidak menyebutkan lebih lanjut mengenai istilah provisi, apakah gugatan provisi atau putusan provisi. Yahya Harahap (hal. 884) menjelaskan bahwa gugatan provisi merupakan permohonan kepada hakim (dalam hal ini arbiter) agar ada tindakan sementara mengenai hal yang tidak termasuk pokok perkara, misalnya melarang meneruskan pembangunan di atas tanah yang diperkarakan dengan ancaman membayat uang paksa. Apabila dikabulkan, maka disebut putusan provisionil. Putusan provisionil merupakan salah satu jenis putusan sela.
 
Di dalam penjelasan Pasal 185 HIR disebutkan putusan provisionil yaitu keputusan atas tuntutan supaya di dalam hubungan pokok perkaranya dan menjelang pemeriksaan pokok perkara itu, sementara diadakan tindakan-tindakan pendahuluan untuk kefaedahan salah satu pihak atau ke dua belah pihak. Keputusan yang demikian itu banyak digunakan di dalam pemeriksaan singkat.
 
Putusan provisionil dalam aturan arbitrase dapat ditemui dalam Pasal 32 ayat (1) UU 30/1999:
 
“Atas permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil putusan provisionil atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita jaminan, memerintahkan penitipan barang kepada pihak ketiga, atau menjual barang yang mudah rusak.”
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1.    Reglement Indonesia yang Diperbaharui (Herziene Indlandsch Reglement)Staatsblad Nomor 44 Tahun 1941

Tidak ada komentar:

Posting Komentar